Melanie Ward, CEO MAP, mengatakan, “Ketidakmampuan untuk bertindak setara dengan menjatuhkan hukuman mati kepada bayi-bayi ini. Dunia harus bertindak sekarang, bukan hanya berdiri dan menyaksikan tragedi ini berlangsung.”
Selain kebutuhan mendesak akan bahan bakar, pemerintah Gaza juga menyoroti perlunya pembukaan perbatasan Rafah untuk memastikan pasokan kebutuhan dasar dan kemanusiaan dapat masuk dengan lancar. Meski 34 truk bantuan kemanusiaan telah berhasil memasuki Jalur Gaza, jumlah tersebut hanya 10 persen dari bantuan yang biasanya masuk setiap hari sebelum serangan dimulai.
Sedangkan, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pemimpin Organisasi Kesehatan Dunia, menekankan betapa rumitnya situasi tersebut. Menurutnya, mengingat kapasitas penuh yang dihadapi rumah sakit, upaya evakuasi pasti akan membawa risiko besar bagi pasien.
“Rumah sakit adalah simbol perlindungan dan penyelamatan, bukan target. Pasien dan staf medis harus dilindungi,” tegasnya.
Keadaan di Jalur Gaza saat ini benar-benar memprihatinkan. Serangan selama 17 hari oleh Israel telah merenggut nyawa lebih dari 5 ribu warga Palestina, dimana hampir setengah dari mereka adalah anak-anak. Juga, lebih dari 15 ribu lainnya mengalami luka-luka. Tragisnya, sekitar 1.500 orang, termasuk 830 anak-anak, masih terjebak di bawah reruntuhan.
Di Rumah Sakit al-Shifa sendiri, Dr Bulbul mengungkapkan bahwa dari 55 bayi yang baru lahir, semua memiliki berat badan kurang dari dua kilogram. Salah satu bayi bahkan hanya berusia 26 minggu dengan berat 880 gram.