Setelah desain didapatkan, tantangan berikutnya adalah mencari perajin. Setelah tantangan pertama diatasi, berikutnya adalah menentukan proses pembuatan. Ia memilih menggunakan banyak pewarna alami, seperti jengkol, pinang, daun mangga, daun jambu, tingi, ataupun tanah. Sementara warna yang lebih cerah, ia menggunakan pewarna sintetis yang ramah lingkungan yaitu remasol.
Saat ini, batik durian memiliki lima sentra batik dengan total anggotanya mencapai 70 orang. Untuk penghasilan para pengrajin, terdapat beberapa skema yang disepakati oleh tiap sentra, yaitu ada yang diupah per lembar kain, dan ibu rumah tangga yang bekerja dari pukul 10 pagi sampai 3 sore. Rina menyebutkan untuk ibu-ibu rumah tangga mendapatkan upah Rp600 ribu sampai Rp1,5 juta per bulan.
Tiap bulannya diproduksi sekitar 350–500 lembar kain batik durian. Ia berharap produksinya bisa ditingkatkan hingga 1000 lembar kain per hari. Rina juga menyebutkan bahwa saat ini batik durian sudah memproduksi sekitar 100 variasi motif.
Batik durian dijual dengan harga Rp250 ribu untuk kualitas biasa dengan ukuran lebar 2 meter, sedangkan dengan bahanĀ sutra dipatok sekitar Rp2,5 juta dengan ukuran lebar 3 meter, yang diperuntukkan hanya untuk koleksi. Koleksi tersebut saat ini bisa dibeli saat pameran, dan belum tersedia secara online karena produksinya yang masih sedikit.