Lebih jauh Asikin mengungkapkan bahwa galeri seni di Salihara Art Centre tidak secara spesifik hanya menyasar pada generasi baru atau anak muda, tapi juga generasi lama. “Semua diberi kesempatan yang sama, dan masalah kesenian yang pertama pencapaian dan kualitas dan itu tidak mengenal usia,” kata dia.
Namun memang di Salihara sendiri dengan komunitas yang sudah terbangun, ada begitu banyak kegiatan yang menyertakan anak muda lantaran Salihara juga memiliki pecinta sastra dan teater, serta seni secara umum.
Sementara makin gandrungnya anak muda datang ke galeri seni ikut ditenggarai media sosial, jika dulu pameran atau kegiatan di galeri konvensional memakai undangan terbatas. Sementara galeri seni yang kini makin banyak didatangi anak muda, memang dipengaruhi kemudahan mereka dalam mengakses informasi.
Menariknya memang setiap mengadakan pameran, banyak anak muda yang antusias. Selain itu Salihara Art Centre yang dalam beberapa tahun belakangan fokus pada pameran bertema sejarah kearsipan, juga berhasil memikat penggemar sastra saat menggabungkan pameran bertema “100 Tahun Chairil Anwar”.
“Berbasis sejarah tapi ditampilkan semenarik mungkin, beberapa karya Chairil Anwar ditampilkan, kisah cintanya, keputusasaanya, kaitannya tidak hanya seni tapi kebudayaan ternyata pengunjungnya banyak. Karena mereka senang dengan puisi-puisinya itu,” paparnya.
Salihara menurut Asikin juga pernah membuat pameran boneka dan wajang di galerinya. Salihara saat ini juga sedang mengadakan pameran yang bekerja sama dengan lembaga seni di Korea Selatan, hal ini menurutnya menambah ketertarikan anak muda sebab budaya pop Korea sedang naik daun di seluruh dunia.
Tak hanya merangkul pecinta seni baru, Salihara menurut Asikin juga sempat membuat kompetisi Trimatra. Ajang itu merupakan penciptaan kreasi yang bentuknya tiga dimensi dengan hadiah residensi ke luar negeri seperti Jerman dan Korea Selatan, namun masih terhenti sejak pandemi.