Popo, sapaan akrabnya, berkata, “Kopi Indonesia mengandung unsur budaya yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia. Sebagai bagian dari ekonomi kreatif, kopi memiliki properti intelektual yang mencakup berbagai sub-sektor, seperti film, musik, dan lainnya.”
“Dengan demikian, kita ingin menunjukkan pada dunia bahwa menikmati kopi bukan hanya tentang minuman itu sendiri,” imbuhnya.
JICC juga memberi panduan dalam meningkatkan kesadaran mengenai teori dan tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk memahami seluruh rantai produksi industri kopi. Coffee Talks sebagai awal pembahasan melibatkan berbagai tahap, mulai dari budidaya biji kopi, proses ekspor dan impor, manajemen kafe dan barista, hingga meraih ekosistem kopi yang berkelanjutan.
Selain Indonesia, acara ini juga melibatkan berbagai negara, seperti Jerman, Vietnam, dan Kazakhstan, yang masing-masing menyajikan beberapa sesi acara, seperti Konferensi Komunitas Barista hingga Konferensi Keberlanjutan.
Lebih dari 35 tokoh penting dalam industri kopi juga berpartisipasi, termasuk David R. (Rozali Coffee Berlin), Aigerim (Spectre Coffee Kazakhstan), Mirza Luqman (Starbucks Indonesia), Hue Tran (Vietnam), Astrella Siahaya (CEO Tuku), Robert Wanasida (co-founder Kopi Nako), Borie (founder Jakarta Coffee House), Budi Kurniawan (sutradara Aroma of Heaven), dan Heru Prama Yuda (The World Bank).