Pasca-kejadian besar pada 2015, pemerintah telah berupaya meningkatkan antisipasi dan pencegahan, termasuk melalui patroli dan monitoring cuaca. Dalam pantauan KLHK, terdapat 9.018 titik panas dengan total lahan terbakar mencapai 642 ribu hektar tahun ini, peningkatan yang signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret. Mengingat ekosistem di Indonesia yang mudah terbakar, seperti hutan bakau dan lahan gambut, pemerintah memastikan perusahaan mematuhi standar pencegahan kebakaran. Perubahan perilaku menjadi salah satu kunci utama dalam pencegahan karhutla.
Menurut Rasio, karhutla seringkali diakibatkan oleh masyarakat dan korporasi dengan tujuan mendapatkan keuntungan finansial.
“Metode pembakaran dianggap lebih murah daripada menggunakan alat mekanik. Sejumlah korporasi juga enggan investasi dalam peralatan dan sumber daya manusia untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan,” tuturnya.
KLHK memiliki sistem pemantauan untuk mengidentifikasi lokasi potensi titik panas dan menentukan pihak yang bertanggung jawab atas lokasi tersebut.
Kemudian Rasio menambahkan bahwa apabila ditemukan pelanggaran, KLHK tidak akan segan-segan untuk mengambil tindakan. Mulai dari penyegelan untuk memberikan efek jera sebelum langkah hukum lebih tegas diterapkan.
“Kami akan juga melakukan penegakan hukum pidana tambahan, berupa perampasan keuntungan. Kenapa harus diterapkan? Karena mereka (pelaku pembakaran lahan) ini adalah orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dari tindak kejahatan ini,” kata Rasio.