Keunikan dari getah gambo sebagai pewarna alami dapat dilihat dari hasil warnanya yang berkisar antara cokelat terang, hitam, abu-abu, dan oranye. Ada pula hasil warna yang mengarah kuning kunyit. Menurut Vitri, tiap mencelup, hasil warnanya hampir tidak ada yang seragam.
“Kalau kamu lihat ada yang jualan mirip (warna) itu berarti pakai gambo (getah gambir),” sambungnya.
Fitri menjelaskan pengerjaan Kain Gambo memakai teknik ikat jumputan yang dilakukan bersama-sama dan memiliki filosofi gotong royong bagi warga Musi Banyuasin. Hasilnya, motif yang ada pada Kain Gambo juga seperti jumputan. Material kain yang dipakai untuk membuat Kain Gambo adalah katun, sutera dan viscose.
Kain Gambo yang dibawa LTKL berasal dari Desa Toman, Kabupaten Musi Banyuasin. Pewarna alami dari getah gambir ini menyerap dengan baik dan terikat di dalam kain meski tanpa campuran bahan kimia lainnya. Warna kain tetap awet dan tidak luntur sehingga Gambo Muba menjadi salah satu eco-fashion terbaik asli Indonesia, sekaligus menjadi jawaban atas masalah limbah dari pewarna kimia di industri tekstil.
Ia mengatakan awalnya, Kain Gambo di Musi Banyuasin hanya dikerjakan oleh empat perajin pada 2017. Kini perajinnya sudah bertambah jadi 108 di dua desa utamanya. Tak hanya memproduksi Kain Gambo, kabupaten tersebut akhirnya juga menjadi tujuan wisata pendatang seperti halnya jika wisatawan mendatangi Nusa Tenggara Timur ke sentra tenunnya.