Di Earth Festival 2023 juga ada art installation outdoor yang diberi nama Eartharium, yang tahun ini mengusung konsep berkelanjutan, berbeda dengan edisi tahun lalu yang memfokuskan pada isu-isu kelautan.
Eartharium menyajikan berbagai instalasi fakta yang memaparkan isu-isu lingkungan yang kian mendapat perhatian, mulai dari fast fashion, sampah plastik, hingga polusi. Melalui instalasi ini, pengunjung dihadapkan pada fakta-fakta, seperti kenyataan bahwa di Indonesia hanya 5 persen plastik yang berhasil didaur ulang dengan efektif.
Laut kita tercemar dengan 57 persen sampah plastik, dan memerlukan waktu selama 400 tahun agar sampah plastik tersebut terurai di dalam air. Lebih lanjut, dalam hal pengelolaan sampah, sebagian besar sampah di Indonesia, yakni 70,4 persen, ditimbun di TPA.
Tidak berhenti di isu sampah plastik, Eartharium juga menyoroti dampak negatif industri fast fashion. Meski dikenal efisien dan menawarkan pakaian bergaya terkini dengan harga yang terjangkau, industri ini ternyata menjadi salah satu penyumbang besar limbah pakaian. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, sebanyak 11 juta ton limbah pakaian dihasilkan setiap tahunnya. Sementara di Australia, dari 27 kilogram pakaian yang dibeli oleh setiap individu setiap tahunnya, 23 kilogram di antaranya berakhir di tempat pembuangan akhir.
Dampak dari fast fashion tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada tenaga kerja yang mengandalkan industri ini. Di negara-negara seperti Bangladesh, pekerja industri garmen hanya mendapatkan upah sekitar Rp1,2 juta per bulan. Lebih menyedihkan lagi, banyak di antara mereka yang merupakan pekerja tidak resmi, termasuk ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak mereka.