Andry memprediksi pada 2024 akan terjadi tren hyperlocal dan slow travel di sektor pariwisata. Wisatawan tidak ingin buru-buru menyelesaikan liburannya sehingga waktu yang dihabiskan dalam berwisata jauh lebih lama. Sementara, destinasi yang dipilih didominasi domestik yang menawarkan konsep alam dan wisata hijau. “Juga dalam penggunaan teknologi dan personalisasi serta bleisure or workations,” katanya.
Founder Tanakita Eko Binarso menambahkan bahwa wisata petualangan, seperti aktivitas hiking, budaya, kuliner, dan lain-lain, masih akan berlanjut di tahun depan. Ia juga melihat makin banyak wisatawan yang memilih wisata alam, tetapi sektor itu belum digarap secara optimal.
“Kita harus bangga punya world heritage seperti Gunung Rijani, Komodo, Gunung Leuser yang aktivitas wisatanya sangat ramah lingkungan,” kata Eko. Tantangan pengembangan wisata alam, menurut Eko, antara lain infrastruktur, aksesibilitas, bencana alam, keselamatan wisatawan, pengelolaan dampak, promosi dan branding, koordinasi kelembagaan, menciptakan destinasi baru, serta polusi.
Hal itu selaras dengan pariwisata berkelanjutan yang trennya diprediksi terus meningkat pada 2024. “Pada 2017, dunia mencanangkan hari sustainable atau berkelanjutan di mana 82 persen menghormati warisan budaya. Selain itu, kualitas pekerja lokal pariwisata mempunyai komitmen tinggi untuk menjaga warisan budaya,” kata Vitria Ariani, pengamat pariwisata sekaligus CEO & Founder Berbangsa.